Garisjabar.com- ADA yang “kebakaran jenggot”. Peribahasa ini menunjukkan suatu kondisi panik, bingung atau pun cemas. Berbagai opini liar terus dibangun. Penafsiran asal-asalan dipublikasikan dengan penuh percaya diri.
Bolehlah beropini seluas-luasnya dan ini bebas-bebas saja, tapi ingat harus cerdas, harus tajam pemikirannya bukan cuma tulisannya. Di sini lah pentingnya literasi. Gali informasi sehingga opininya pun berisi.
Ini tentang opini berjudul “‘Kesepakatan Jakarta’, Pengurus Dadakan PWI Versi HCB, Bak Nasib Anak Ayam Ditinggal Induk” yang ditulis oleh Anggota Muda PWI Kabupaten Purwakarta di media daring pwkab.com tertanggal 19 Mei 2025.
Opini tersebut dirilis setelah beredarnya Surat Edaran PWI Pusat yang ditandatangani Zulmansyah Sekedang, sosok yang mengklaim sebagai Ketua Umum PWI Pusat versi Konferensi Luar Biasa atau KLB. Boleh jadi opini yang ditulis sang anggota muda ini termotivasi oleh panutannya itu.
Akan tetapi, Ketua Umum PWI Pusat Hendry Ch Bangun alias HCB dengan tegas dan lugas menyatakan bahwa Surat Edaran 19 Mei yang mengatasnamakan PWI Pusat itu palsu adanya.
HCB yang merupakan produk hasil Kongres XXV di Bandung pada 27 September 2023 ini mengatakan, surat edaran 19 Mei tidak sesuai dasar hukum SK Kementerian Hukum dan HAM (Kemenkumham) Nomor: AHU-0000946.AH.01.08.Tahun 2024 tertanggal 9 Juli 2024.
Dalam SK tertanggal 9 Juli 2024 tersebut, Hendri Ch Bangun tercatat sebagai Ketua Umum dan Muhammad Iqbal Irsyad sebagai Sekretaris Jenderal PWI Pusat. Singkat, padat dan bulat, Surat Edaran 19 Mei itu pun terbantahkan.
Kembali ke opini si anggota muda, bahasannya diawali tentang dinamika yang terjadi di organisasi Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) tingkat pusat. Disebutnya, ada dualisme kepemimpinan, yakni antara Hendri Ch Bangun dan Zulmansyah Sekedang.
Lagi-lagi, isu dualisme di PWI Pusat tak diakui HCB. Maka dipertegas kembali, satu-satunya dasar hukum yang sah adalah SK Kementerian Hukum dan HAM (Kemenkumham) Nomor: AHU-0000946.AH.01.08.Tahun 2024 tertanggal 9 Juli 2024.
Uniknya, di paragraf berikutnya, isu ‘dualisme’ ini berubah menjadi ‘dua pengakuan’ sebagai Ketua Umum PWI untuk memimpin lebih dari 30.000 wartawan se-Indonesia.
Entah data dari mana didapatnya angka 30.000 wartawan ini. Padahal, di situs web pwi.or.id tertera daftar anggota PWI sebanyak 20.762. Mendekati? Jelas tidak. Selisihnya saja nyaris 10.000. Sudah minim literasi, minim pula datanya.
Bahasan selanjutnya adalah tentang Kongres Persatuan yang akan digelar di Jakarta paling lambat 30 Agustus 2025. Disebutkan, ekor dari permasalahan yang memakan beberapa waktu itu, telah menimbulkan beberapa ekses di tingkat wilayah. Mungkin yang dimaksud ekor permasalahan adalah akar permasalahan.
Mulai masuk ke inti opini, bahwa dari permasalahan itu, muncul juga klaim pengakuan pengurusan baru di tingkat wilayah, nama-nama plt, bahkan calon plt sebagai indukan indukan Hendri CH Bangung atau kerap mengaku pengurus sah versi HCB.
Jelas ini klaim sesat dan menyesatkan. Bagaimana mungkin sekelas pengurus organisasi di tingkat wilayah mengaku-ngaku. SK-nya jelas, yang menandatangani pun jelas. Lagi-lagi minim literasi.
Bahasan pun berlanjut pada isu mulai bersatunya kembali PWI di tingkat pusat dengan ‘Kesepakatan Jakarta’ antara Zulmansyah dan HCB sebagai dasar rekonsiliasi.
Dalam opini itu tertulis, urgensi atau nilai penting dalam pembentukan pengurus baru versi HCB bisa dipendapatkan tidak memiliki indukan, bak anak ayam ditinggal induknya.
Diksi “bisa dipendapatkan” sungguh lemah sifatnya. Klaim sepihak yang itu pun tak tegas adanya, penuh keraguan. Bisa-bisa saja sih digunakan, tapi kok bisa-bisanya.
Sebagai induk, HCB justru mengajarkan anak-anaknya tentang pentingnya literasi, pentingnya berkata fakta dengan data. HCB juga bersikap tegas terhadap anak-anaknya yang bebal, yang tak mau diberi tahu, yang mata dan telinganya tertutup tapi paruhnya berkoar-koar.
Terkait Kesepakatan Jakarta, rekonsiliasi dan Kongres Persatuan, tak lain tak bukan untuk mempertegas kepemimpinan HCB sebagai Ketua Umum PWI Pusat.
HCB akan berpegang teguh pada SK AHU. Terkait pemblokiran SK AHU oleh Kemenkumham sifatnya hanya mencegah perubahan, bukan mencabut SK tersebut. Sehingga, SK AHU masih sah dan berlaku penuh. Tidak bisa diubah, tetapi tetap legal.