PURWAKARTA, garisjabar.com- Aparatur Sipil Negara atau ASN adalah profesi bagi pegawai negeri sipil (PNS) dan pegawai pemerintah dengan perjanjian kerja (PPPK) yang bekerja pada instansi pemerintah.
Sebagai unsur aparatur negara, tugas pegawai ASN adalah untuk melaksanakan kebijakan yang ditetapkan oleh pimpinan instansi.
Ketika seseorang memilih karir hidupnya sebagai aparatur sipil negara (ASN) maka sejatinya ia telah menjadi bagian dari “kekuasaan” yang tindak tanduknya berimplikasi terhadap kepentingan masyarakat luas.
Masyarakat memiliki tuntutan dan harapan yang tinggi kepada aparat pemerintah. Saking tingginya harapan masyarakat, tidak mengherankan kalau perilaku yang kurang terpuji yang dilakukan aparat pemerintah
akan menjadi sorotan tajam, sehingga menjadi bahan sindiran, bulan bulanan, hinaan, cemoohan, bahkan cacian.
Hal demikian tidak hanya berlaku di negara-negara yang memiliki budaya ketimuran, bahkan di negara-negara liberal yang menjunjung tinggi kebebasan individu pun, standar etika bagi orang-orang yang mengatur urusan publik jauh lebih tinggi dibanding standar etika yang berlaku pada masyarakat umum.
Contohnya, kasus perselingkuhan yang melibatkan pejabat publik bisa dijadikan bahan untuk melakukan pelengseran atau impeachment, apalagi kasus yang berhubungan langsung dengan kepentingan publik, semisal penyalahgunaan jabatan.
Ekspektasi yang tinggi terhadap
penyelenggara pemerintahan termasuk Aparatur Sipil Negara, jika berbanding terbalik dengan perilaku yang ditunjukkan oleh mereka, akan melahirkan sinisme dan sarkasme publik.
Namun lebih jauhnya publik akan kehilangan kepercayaan terhadap pemerintah, sehingga aparat pemerintah dianggap sebagai bagian dari “beban” kehidupan mereka bukan dianggap sebagai solusi atas permasalahan mereka.
Oleh karena itu, melalui perlu diingatkan kembali tentang pentingnya aparat pemerintah untuk tunduk pada etika yang melingkupi dirinya, yakni etika kekuasaan dan etika publik.
Pengamat Kebijakan Publik Agus Yasin berkenaan dengan itu, serta menyikapi adanya tindakan terpuji dari salah seorang oknum pejabat setingkat Kabid. Yang diduga meminta media mengkritisi kinerja dan Kebijakan Bupati Purwakarta, dan beredar melalui Chat di WhatsApp. Ini adalah bentuk emosional yang tidak etis, secara perilaku bisa dianggap provokasi yang tidak terpuji. Dan secara kepatutan merupakan bentuk pengingkaran terhadap disiplin serta etika jabatan.
“Atas sikap dari oknum pejabat, pembina kepegawaian daerah harus segera mengambil tindakan sesuai ketentuan. Sebagaimana yang diamanatkan dalam Peraturan Pemerintah No. 94 Tahun 2021, tentang Disiplin Pegawai Negeri Sipil.”Kata Pengamat Kebijakan Publik Agus Yasin. Rabu (19/04/2023).
Menurut Agus Yasin, jika dibiarkan, tentu akan menjadi preseden buruk bagi Pemda Purwakarta. Yang secara tidak langsung mengalirkan efek negatif, bahwa selama ini pembinaan aparatur pemerintah dianggap tidak berhasil.
“Untuk itu, Bupati selaku Pejabat Pembina Kepegawaian Daerah harus mengambil tindakan tegas. Karena selain untuk memberi efek jera bagi oknum pejabat yang berperilaku tidak etis, juga memberi peringatan bagi pejabat yang lainnya agar tidak terjangkit oleh penyakit seperti oknum pejabat yang satu ini,”ucap Agus Yasin.
Yakni perbuatan yang cenderung menyandarkan dirinya sebagai pejabat yang dituntut untuk menjunjung tinggi moral dan etika jabatan. (Rsd)

