Permendikdasmen No 7 Tahun 2025 Mengandung Kelemahan Yuridis

oleh -47 Dilihat

Garisjabar.com- Pengamat Kebijakan Publik, Agus Yasin menyoroti adanya kepala sekolah di Kabupaten Purwakarta dengan masa jabatan lebih dari 10 tahun.

Di sisi lain, Agus Yasin juga menyoroti Permendikdasmen yang merupakan produk peraturan menteri yang secara hierarkis berada di bawah undang-undang dan peraturan pemerintah.

“Jika substansi Permendikdasmen itu membatasi hak ASN atau menetapkan sanksi, maka harus berdasarkan delegasi yang jelas dari UU atau PP,” kata Agus Yasin kepada wartawan, Rabu (6/8/2025).

Agus Yasin mengatakan, mengapa jabatan kepala sekolah bisa lebih dari 10 tahun di satu tempat, bahkan berlanjut di sekolah lain dengan masa jabatan baru.

Sehingga, di beberapa sekolah khususnya di Kabupaten Purwakarta masih ada kepala sekolah yang menjabat terlalu lama di satu sekolah.

Sebagaimana diketahui, Permendikdasmen No. 7 Tahun 2025 menetapkan kebijakan periodisasi jabatan kepala sekolah.

Meskipun bertujuan meningkatkan kinerja dan rotasi kepemimpinan, terdapat kekhawatiran bahwa kebijakan ini melanggar prinsip-prinsip hukum administrasi negara dan sistem kepegawaian ASN.

Khususnya menyangkut asas legalitas dan hierarki peraturan perundang-undangan hingga batas kewenangan menteri dan prinsip meritokrasi ASN.

Kemudian, terkait penerapan periodisasi terhadap kepala sekolah yang sudah menjabat beberapa periode sebelum peraturan berlaku.

Menyangkut penerapan surut, sebagaimana tertuang dalam Pasal 31 sebagai penerapan surut (retroaktif).

“Ini bertentangan dengan azas umum dalam hukum-hukum, semestinya melihat ke depan bukan ke belakang atau Lex prospicit non respicit,” ujarnya.

Selain itu, dalam UU No. 5 Tahun 2014 Pasal 3 menegaskan bahwa sistem ASN berdasarkan pada prinsip merit.

Penetapan batas periodisasi tanpa mempertimbangkan kinerja, kompetensi, dan hasil evaluasi kinerja bisa menghambat pengembangan karir ASN secara adil dan proporsional.

Menurutnya, jika penerapan aturan ini memaksa kepala sekolah, dengan rekam jejak baik untuk berhenti hanya karena masa jabatan. Maka terdapat pelanggaran terhadap asas kepastian hukum, asas keadilan proporsional, dan asas perlindungan terhadap hak ASN.

Secara esensial, Permendikdasmen merupakan peraturan teknis dari menteri. Dan apabila peraturan tersebut menetapkan sesuatu yang seharusnya diatur dalam peraturan yang lebih tinggi, misalnya pembatasan hak ASN untuk promosi, mutasi, atau pengangkatan.

“Maka penerapan itu melampaui kewenangan normatif yang diberikan oleh peraturan di atasnya. Hingga, bertentangan dengan asas legalitas, dan asas kewenangan dalam hukum administrasi negara,” katanya.

Kesimpulannya, kata dia, Permendikdasmen No. 7 Tahun 2025 yang mengatur periodisasi Kepala Sekolah dapat dianalisis memiliki berbagai kelemahan.

Sehingga, kata Agus Yasin, harus ditinjau dari perspektif hukum tata negara dan administrasi pemerintahan, serta dampaknya secara kausalitas.

“Konkretnya, Permendikdasmen No. 7 Tahun 2025 secara yuridis rawan cacat hukum, secara psikologis menimbulkan demotivasi. Kemudian secara empiris kurang efektif, dan secara substansi tidak berpihak pada prinsip mutu pendidikan dan meritokrasi ASN,” ucapnya.

Selain itu, Agus pun menyebutkan banyak kepala sekolah yang tidak memiliki kompetensi dalam mengelola sekolah. Menurutnya, hal itu terjadi karena imbas dari praktik politik daerah bahkan kedekatan.

“Bahkan teman-teman guru di sekolahnya saja meragukan kompetensinya sebagai kepala sekolah,” ujar Agus Yasin.

Hal ini, banyak ditemui para kepala sekolah yang mendapatkan posisinya bukan karena lolos seleksi kompetensi. Diduga mereka dipilih oleh kepala daerah atau kepala dinas setempat karena menjadi tim sukses pada saat pemilihan kepala daerah.

Secara umum, selain kecakapan akademis, kepala sekolah juga harus memiliki kompetensi manajemen menyusul digalakkannya manajemen berbasis sekolah untuk pengelolaan dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS), ataupun bantuan rehabilitasi sekolah.

Selain itu, kepala sekolah sejatinya juga mampu memberikan penilaian atas kemampuan pedagogik semua guru di sekolahnya. (Rsd)