Kinerja Polda Jabar Dikritik Warga Garut Terkait UU 41 Tahun 2009 Tentang PLP2B dan Perda No 6 Tahun 2019

oleh -9 Dilihat

Garisjabar.com- Sekretaris GLMPK (Gerbang Literasi Perjuangkan Keadilan), Ridwan Kurniawan kembali menyoroti dugaan tindak pidana alih fungsi lahan di Kabupaten Garut.

Salah satu yang ia sikapi adalah dugaan tindak pidana alih fungsi lahan yang dilakukan oleh salah satu pengusaha objek wisata, sekaligus tim sukses Calon Bupati dan Wakil Bupati, Abdusy Syakur Amin dan L Putri Karlina yang kini sudah bekerja sebagai Bupati dan Wakil Bupati Garut, periode 2024-2029.

“Kami kembali mengingatkan Polda Jabar untuk melakukan tindakan hukum kepada Salegar di Desa Sukawening, Kabupaten Garut, yang diduga kuat telah melakukan pelanggaran terhadap UU No. 41 tahun 2009 tentang Perlindungan LP2B, Pasal 72 ayat (1) dan (2),” kata Ridwan kepada wartawan, Senin (21/10/2025).

Ridwan Kurniawan secara tegas mengkritisi lemahnya penegakan hukum bagi orang dan badan hukum yang melanggar aturan.

“Percuma aturan dibuat bagus, kalau pelaksanaannya tidak benar,” paparnya.

Ridwan mengatakan wisata Salegar yang berdiri di lahan pertanian basah yang dilarang dialihfungsikan, tetapi Pemda Garut tidak bertindak secara nyata dan tidak menghentikan operasional usahanya.

“Sesuai dengan Perda Nomor 6 Tahun 2019 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Tahun 2011-2031 Bab X tentang ketentuan sanksi Pasal 86, Pemkab Garut seharusnya menjatuhkan sanksi kepada setiap oknum perusahaan yang telah melanggar aturan, salah satu yang diduga kuat adalah Salegar yang telah kami laporkan ke Polda Jabar,” ujarnya.

Ridwan menegaskan, Perda Nomor 6 Tahun 2019 Bab XI Pasal 88 juga menjelaskan tentang peran Satpol PP dan PPNS sesuai dengan kewenangannya berkoordinasi dengan pihak Kepolisian.

“Satpol PP harus bergerak cepat dan melakukan koordinasi dengan Polisi untuk menindak setiap oknum pelaku usaha yang melanggar Perda ini,” tandasnya.

Sementara, tegas Ridwan, pada Pasal 89 tentang ketentuan Pidana tertulis dengan jelas bahwa bagi siapapun yang tidak menghormati Perda No. 6 Tahun 2019 bisa dikenakan sanksi pidana.

“Artinya, hukum sudah ada, ketentuan sudah disepakati sesuai ketentuan, maka tinggal eksekusi secara pidana sesuai dengan Pasal 89. Pemerintah mengatur ini agar ada efek jera dan menyelamatkan lingkungan,” ucapnya. (Frn)