Garisjabar.com- Perjuangan panjang Asep Muhidin, SH, MH, warga Kecamatan Limbangan, Kabupaten Garut, Jawa Barat, dalam mempertahankan lahan pertanian pangan berkelanjutan (LP2B) dari ancaman alih fungsi kini membuahkan hasil.
Laporan yang ia ajukan terkait dugaan pelanggaran oleh salah satu perusahaan pabrik sepatu di Desa Cijolang, Limbangan, resmi naik ke tahap penyidikan di Polres Garut.
Berdasarkan dokumen resmi yang diterima redaksi, Polres Garut telah menerbitkan Surat Pemberitahuan Dimulainya Penyidikan (SPDP) dengan nomor: SPDP/S.3.6.1/155/VIII/2025/Reskrim, yang ditandatangani Kasat Reskrim AJUN Komisaris Polisi Joko Prihatin, S. H. Surat ini mengacu pada berbagai regulasi, di antaranya:
Pasal 109 ayat (1) UU No. 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana
Pasal 16 UU No. 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia
UU RI No. 41 Tahun 2009 tentang Perlindungan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan, yang telah diubah dengan UU No. 6 Tahun 2023 (Cipta Kerja)
Selain itu, tertera pula Laporan Polisi Nomor LP/B/354/VIII/SPKT/Polres Garut/ Polda Jabar tanggal 1 Agustus 2025, Surat Perintah Penyidikan Nomor Sp. Sidik/S-3.1.1/150/VIII/2025, dan Surat Perintah Tugas Penyidikan Nomor Sp. Tugas/S-3.1.3/158-a/VIII/2025.
Dalam penyidikan ini, terlapor adalah PT Pratama Abadi Industri, yang beralamat di Jalan Raya Serpong KM 07 Kamurang Atas, Tangerang Selatan.
Dugaan pelanggaran terjadi pada Maret 2023 di lahan pabrik perusahaan tersebut yang berada di Jalan Raya Bandung–Tasikmalaya KM 43, Desa Cijolang, Kecamatan Limbangan, Garut.
Kasus ini mengacu pada dugaan tindak pidana:
1. Alih fungsi LP2B tanpa izin sah
2. Tidak mengembalikan lahan ke kondisi semula sebagaimana diatur dalam Pasal 72 ayat (1) dan (2) Jo. Pasal 44 ayat (1), Pasal 50 ayat (2), Pasal 51, serta Pasal 74 ayat (1) UU No. 41 Tahun 2009 jo. UU No. 6 Tahun 2023.
Asep Muhidin: Perjuangan 2 Tahun Melawan Pengalihan Lahan
Asep Muhidin mengaku telah berjuang sejak dua tahun lalu untuk menyelamatkan lahan pertanian produktif tersebut.
Menurutnya, status lahan yang dilindungi sebagai LP2B semestinya tidak boleh dialihfungsikan menjadi kawasan industri.
“Saya mempertahankan ini bukan hanya soal hukum, tapi soal masa depan pangan. Anehnya, Pemkab Garut justru mengeluarkan izin bagi perusahaan. Pejabat yang memberikan izin ini harus ikut bertanggung jawab dan ditetapkan sebagai tersangka,” ucap Asep, Jumat (15/8/2025).
Ia menilai, kasus ini menjadi preseden penting bagi penegakan hukum di bidang lingkungan hidup dan perlindungan lahan pangan berkelanjutan.
Selain berpotensi merusak ekosistem dan mengurangi lahan pertanian produktif, alih fungsi ini juga dapat mengancam ketahanan pangan daerah.
Lahan Pertanian Berkelanjutan dan Regulasi Ketat
Berdasarkan UU No. 41 Tahun 2009, LP2B adalah lahan pertanian yang ditetapkan untuk dilindungi secara berkelanjutan. Pengalihfungsian lahan tersebut hanya diperbolehkan dalam kondisi tertentu dan melalui prosedur yang sangat ketat, termasuk analisis dampak lingkungan (Amdal) dan persetujuan pemerintah pusat.
Jika terbukti melanggar, pelaku dapat dikenai sanksi pidana dan denda. Dalam beberapa kasus di Indonesia, pelanggaran LP2B bahkan menyeret pihak pemberi izin ke ranah hukum.
Menunggu Keberanian Aparat Penegak Hukum
Kini, publik menunggu keberanian Polres Garut untuk menindak tidak hanya pihak korporasi, tetapi juga oknum pejabat yang terlibat dalam penerbitan izin yang diduga melanggar hukum.
“Ini momentum pembuktian bahwa hukum berlaku sama untuk semua, tanpa pandang bulu,” kata Asep.
Kasus ini akan menjadi sorotan masyarakat dan pegiat lingkungan, mengingat urgensi perlindungan lahan pertanian di tengah gempuran industrialisasi dan pembangunan yang kerap mengorbankan ruang hidup masyarakat. (Frn)