Garisjabar.com- Penggunaan keuangan daerah bukan hanya prinsip moral, tetapi juga mandat hukum dan etika tata kelola pemerintahan yang baik.
Selain itu, serta mencerminkan prinsip prudential, bukan hanya agar terhindar dari pelanggaran hukum, tetapi agar setiap rupiah APBD benar-benar berdaya guna berjangka panjang, dan berdampak nyata bagi kesejahteraan masyarakat.
Pengamat Kebijakan Publik, Agus Yasin menyoroti adanya anggapan ratusan juta dari salah satu OPD, untuk belanja jasa penyelenggaraan Hari Jadi Purwakarta hingga mencerminkan pemborosan.
“Kegiatan tersebut umumnya bersifat tidak produktif langsung terhadap pelayanan publik, dan terkesan bahwa birokrasi lebih mementingkan pencitraan daripada pelayanan,” kata Agus Yasin. Senin (14/7/2025).
Bahkan, Badan Keuangan Aset Daerah (BKAD) suplai anggaran untuk Hari Jadi Purwakarta sebesar Rp 100 juta kepada setiap OPD.
Menurutnya, semestinya hari jadi daerah seharusnya menjadi momentum refleksi, bukan ajang pemborosan. Ketika anggaran ratusan juta dialokasikan oleh OPD untuk kegiatan simbolik tanpa dampak riil bagi warga, maka itu bukan perayaan melainkan ironi.
Efisiensi tanpa integritas
Hal ini, Kata Agus Yasin, dalam konteks tata kelola pemerintahan dan keuangan daerah, penggunaan anggaran harus mendorong keterbukaan serta penguatan nilai etis dalam tata laksananya.
Agus Yasin menyampaikan, efisiensi tanpa integritas hanyalah topeng hemat yang bisa menutup bau penyimpangan. Sebaliknya, efisiensi yang dibangun di atas integritas akan memberi kepercayaan dan manfaat riil bagi rakyat.
Efisiensi dalam tata kelola keuangan daerah tidak boleh semata-mata mengejar angka serapan rendah atau pemangkasan anggaran. Ia harus mencerminkan prinsip prudential, yakni kehati-hatian, dan tanggung jawab, juga keberpihakan pada manfaat publik yang berkelanjutan.
Pembiayaan ratusan juta untuk seremonial adalah antitesa efisiensi, khususnya dalam konteks pengelolaan keuangan daerah yang idealnya berbasis pada prinsip efisiensi, efektivitas, dan kebermanfaatan publik.
“Konkretnya, ketika ratusan juta dihabiskan untuk seremonial. Dan rakyat masih antre layanan dasar, maka efisiensi telah kehilangan maknanya,” ujar Agus.
Pembiayaan seremonial besar, di tengah tuntutan efisiensi dan kebutuhan publik adalah ironi anggaran. “Efisiensi bukan hanya soal mengurangi, tetapi tentang memprioritaskan, dan seremonial bukan prioritas.” Ucapnya. (Rsd)