Garisjabar.com- Dua calon peserta calon direksi Perusahaan Umum Daerah (Perumda) Air Minum Tirta Intan Kabupaten Garut periode 2025-230 mengaku kecewa kepada Panitia Seleksi (Pansel) Perumda Air Minum Tirta Intan.
Pasalnya, kedua warga Garut tidak lolos menjadi peserta calon direksi, karena tidak mengantongi sertifikat madya, sebagaimana yang disebutkan dalam poin 16 tentang persyaratan pelamar calon direksi.
Keduanya memilih mendaftar sebagai calon Direktur Administrasi Umum dan Keuangan (Dirum), dan keduanya dianggap gugur sejak pertama kali pengumuman calon direksi diumumkan ke publik. Keduanya dinilai tidak memenuhi syarat administrasi.
“Sejak awal kami langsung dibantai Pansel, karena tidak memiliki syarat sertifikat madya. Padahal dalam poin 16 itu tertulis kata yang sangat jelas, namun sepertinya tidak dipahami pihak Pansel,” kata Irfan Nurhilmi kepada wartawan, Sabtu (19/07/2025).
Salah satu kata yang dianggap jelas namun tidak dipahami oleh Pansel adalah kata “Diutamakan”. Menurut Ifan Hilmi, kata Diutamakan ini digunakan Pansel untuk mengeliminasi dirinya dan salah satu peserta lainnya yang bekerja sebagai manajer salah satu perusahaan perbankan terkemuka, Rizal Taufik.
“Saya kecewa karena kami tidak lolos seleksi administrasi hanya karena tidak memiliki sertifikat madya, padahal dalam syarat yang telah ditentukan, bukan wajib tapi diutamakan. Makna kata diutamakan itu luas, tapi tentu beda dengan wajib. Diutamakan itu sama dengan diprioritaskan,” ujar Ifan Hilmi.
Seharusnya kata Ifan, Pansel tidak membuat keputusan langsung mengeliminasi dia dan rekannya hanya karena tidak memiliki sertifikat madya. Ifan mengaku kecewa karena digugurkan sebelum bertanding.
“Saya kecewa karena kalah sebelum bertanding. Kalah gara-gara sertifikat madya. Saya akan menerima kekalahan ketika nilai saya dinyatakan tidak memenuhi syarat penilaian. Saya pikir sertifikat madya itu bisa dipenuhi jika para calon sudah teruji kemampuannya. Toh salah satu pelamar saja bisa dapat sertifikat madya dengan waktu yang singkat, namun keilmuannya belum teruji,” ungkap Ifan Hilmi.
Ifan Hilmi meminta Pansel untuk bekerja secara profesional dan mengumumkan nilai setiap peserta kepada publik, sehingga masyarakat yakin dan percaya jika Perumda Air Minum Tirta Intan akan dikelola oleh direksi yang mumpuni.
“Saya yakin mampu bersaing dengan peserta lainnya, karena saya sudah memiliki keilmuan dan pengalaman tentang administrasi dan manajemen keuangan. Kenapa saya ikut mendaftar? karena ingin memberi kontribusi kepada negara melalui keilmuan yang saya miliki dibidang keuangan, melalui PDAM Garut. Pansel harus menunjukan nilai setiap peserta calon direksi,” katanya.
Curiga Ada Permainan Politik
Setelah pengumuman pelamar yang tidak lolos seleksi administrasi beredar, dirinya baru menyadari berita tentang salah satu ketua Partai Politik di Garut tiba-tiba mengikuti pelatihan hanya untuk mendapatkan sertifikat madya dan tiba-tiba mengundurkan diri.
“Tanpa pengalaman yang mumpuni di bidang manajerial perusahaan bisa langsung dapat sertifikat madya dan menjadi salah satu peserta calon direksi. Kenapa begini amat negara kita? Yang teruji secara manajerial dan pengalaman dibidangnya tidak lolos hanya karena sertifikat, yang ternyata sertifikat itu bisa diperoleh dengan waktu yang singkat,” papar Ifan.
Jika diamati secara mendalam, kata Ifan, maka dugaan ketidakprofesionalan Pansel semakin terbuka lebar. Ifan pun meramal jika yang akan menjadi calon dirut di Perumda Air Minum Tirta Intan adalah sosok yang selama ini dicurigai publik.
“Pantas saja selama ini publik curiga ada dugaan hutang jasa politik. Memang, jika dilihat dari rekam jejak terjadinya pembukaan pendaftaran untuk calon Direksi Perumda Air Minum Tirta Intan, maka saya sebagai warga Garut merasa sangat miris. Karena diduga kuat perusahaan sekelas BUMD hanya menjadi wadah untuk mereka yang dekat dengan kekuasaan dan bukan bagi orang yang memiliki potensi,” ujarnya.
Ifan Hilmi pun mulai menjabarkan kejadian sebelum terjadinya pengumuman calon direksi Perumda Air Minum Tirta Intan Garut. Dimulai sejak pemberhentian direksi lama sampai dengan terjadinya pelaporan Pansel ke PTUN (Pengadilan Tata Usaha Negara) sudah banyak kejanggalan.
“Saya bisa merinci histori pembukaan calon direksi PDAM, sejak beredarnya berita tentang salah satu ketua partai mengikuti pendidikan untuk mendapat sertifikat madya. Kemudian, tanggal 19 dibuka pendaftaran calon direksi, lalu ketua parpol tiba-tiba mengundurkan diri dari partainya,” jelasnya.
“Saya juga mulai curiga tiba-tiba ada pemberhentian direksi, lalu pengumuman pembukaan bagi pelamar calon direksi di tanggal 19 Mei, yakni sebelum tanggal 22 Mei yang bertepatan dengan usia ke 55 tahun Ketua Parpol, yang sejak lama diisukan akan menduduki kursi BUMD yakni PDAM Garut, karena hutang politik,” tambahnya.
Dipenghujung keterangannya, Ifan kembali mengulas tentang bahasa syarat “diutamakan”. Dirinya mendaftar posisi sebagai calon Dirum, bukan tekhnik dan atau Dirut, sehingga bahasa Diutamakan sertifikat madya tidak tepat diterapkan kepada pelamar calon Dirum seperti dirinya dan rekannya.
“Kalau semisalnya dibuka secara publik, maka Pansel harus transparan terkait bobot penilaian. Kalau seleksi ini betul tidak ada muatan politik, maka Pansel harus clear. Saya dan rekan saya memiliki rekam jejak panjang dibidang administrasi dan keuangan. Apalagi rekan saya adalah manajer di perusahaan perbankan selama 15 tahun, sehingga saya sangat yakin dengan kemampuannya dibidang administrasi dan keuangan. Tapi sayang, harapan kami pupus hanya karena sertifikasi yang bisa diperoleh dengan diklat selama empat hari,” ucapnya. (Frn)