Garisjabar.com- Perseteruan antara Anggia Putri Utami, S.H., dan Dedy Mulyadi memasuki babak baru menyusul pernyataan di hadapan publik.
Dalam klarifikasi resminya, Anggia membantah keras seluruh tuduhan yang dilayangkan Dedy Mulyadi, khususnya klaim bahwa dirinya menjanjikan penyelesaian sengketa lahan hingga tingkat Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) dalam waktu dua bulan melalui “jalur orang dalam”.
“Saya tegaskan, seluruh tuduhan yang dilontarkan Dedy Mulyadi itu bohong dan fitnah,” ujar Anggia. Kamis (20/11/2025).
Meluruskan Alasan Pertemuan Awal
Menurut Anggia, pertemuan pertamanya dengan Dedy Mulyadi bukanlah untuk mengurus sengketa lahan yang dituduhkan saat ini, melainkan untuk mediasi perkara pidana sesuai surat kuasa bersama Ibu Maryani.
Perkara tersebut berkaitan dengan Pasal 372 jo 378 KUHP, yakni perselisihan jual beli tanah antara Dedy Mulyadi dan Andi Wijaya, yang belakangan diketahui merupakan tanah negara.
Anggia menjelaskan bahwa pada hari yang sama saat menerima kuasa terkait perkara pidana tersebut, Dedy Mulyadi juga meminta bantuan untuk memediasi kasus pemalsuan dokumen yang ia hadapi.
Hal ini, kasus pemalsuan dokumen tersebut berhasil diselesaikan secara damai pada hari itu juga, dimana Dedy Mulyadi menerima total uang keseluruhan sebesar Rp 60 juta untuk dipertanggungjawabkan dengan korban.
Selain itu, dana pendampingan dari masyarakat, bukan uang pribadi Dedy Mulyadi.
Anggia melanjutkan, permintaan bantuan untuk menangani persoalan kelompok tani, yang mengklaim membutuhkan pendampingan untuk ratusan masyarakat, baru diajukan oleh Dedy lebih dari satu bulan setelah perkara mediasi pertama selesai.
Terkait isu dana sebesar Rp160 juta yang diklaim Dedy sebagai uang pribadi, bahkan disebut berasal dari hasil penjualan rumah dan ladang.
Anggia meluruskan bahwa dana tersebut sesungguhnya berasal dari masyarakat yang didampingi, bukan dari Dedy Mulyadi secara pribadi.
Ia menegaskan bahwa seluruh proses pendampingan, mulai dari tingkat DPRD, kabupaten, provinsi, hingga kementerian, selalu mereka lakukan berdua.
“Separuh uang (Rp160 juta) itu dititipkan di rekening saya, karena Dedy tidak memiliki ATM atau mobile banking. Dari hitungan saya, pengurusan selama lima bulan itu memakan biaya lebih dari Rp250 juta, dan sebagian besar saya tutupi dengan dana pribadi untuk membantu masyarakat,” kata Anggia.
Ia bahkan menyebut Dedy Mulyadi masih memiliki sangkutan hutang sebesar Rp10 juta kepada dirinya. Hingga, persoalan berada di ranah hukum.
Anggia menilai sudah terlalu banyak pernyataan palsu yang disampaikan Dedy Mulyadi ke publik. Ia menegaskan bahwa persoalan ini kini telah berada di ranah hukum, sebab pihaknya telah mengambil langkah lebih dulu.
“Saya sudah lebih dulu melaporkan Dedy Mulyadi ke Polres Muba. Kita serahkan proses ini sepenuhnya kepada pihak kepolisian untuk membuktikan fakta yang sebenarnya,” ujarnya.
Sebagai penutup, Anggia menyoroti adanya pola berulang dimana siapapun yang menjadi kuasa hukum atau membantu Dedy Mulyadi selalu berakhir bermasalah, bahkan hingga diviralkan.
“Setiap advokat atau kuasa hukum yang membantu Dedy selalu bermasalah, baik melalui gugatan maupun diviralkan. Ada apa dengan Dedy Mulyadi?” ucap Anggia. (Syaiful)

