PURWAKARTA, garisjabar.com- Pengamat Kebijakan Publik Kabupaten Purwakarta Agus Yasin menyoroti penegakan hukum di Purwakarta diduga seperti pilih-pilih tebu.
Hal itu, bisa kita amati dengan tidak cepat tanggapnya permasalahan yang dilaporkan oleh DPD IWO Kabupaten Purwakarta. Terkait persoalan hutang DBH Pemda ke desa, untuk realisasi anggaran tahun 2016-2017 dan 2018.
“Prihatin dengan “low response” pihak Kejari, padahal persoalan ini berkaitan langsung dengan kepentingan masyarakat uangnya. Sementara yang diburu lebih cepat diduga yang terkesan “order case”, dengan target “certain people” sasarannya sekalipun hanya persoalan administrasi dan tidak ada temuan dalam LHP BPK,”kata Agus Yasin. Rabu (14/12/2022).
Sementara itu, yang nampak jelas dan terungkap secara publis, baik persoalannya maupun “veiled response” dari pihak yang terusik terkait hal itu. Sepertinya tidak menjadi daya tarik untuk diselidiki apalagi ditindak lanjuti segera.
Ini akan membuat rakyat semakin bertanya-tanya, ada apa dengan agak pasifnya Kejari ?
“Maka jangan salahkan masyarakat apabila kurang diresponnya laporan DPD IWO Kabupaten Purwakarta itu, terkait dugaan penyimpangan terjadinya hutang DBH ke desa tahun 2016-2017 dan 2018. Kemudian dilaporkan langsung ke APH lebih tinggi lagi, termasuk melaporkan ke Jamwas untuk dilakukan pengawasan melekat seterusnya,”kata dia.
Menurutnya, tentu upaya itu akan dilakukan nantinya oleh masyarakat, baik orang perseorangan maupun melalui Organisasi Kemasyarakatan yang berbadan hukum.
Kata Agus Yasin, dengan kurang cepat tanggapnya penangan laporan tersebut mengisyaratkan bahwa ada sesuatu yang patut diduga. Apakah ada alasan yang mendasar, atau karena ada “that created this problem” untuk abaikan dulu.
“Kalau dugaan itu terungkap, maka bukan mustahil kredibilitas Kejari menjadi pertanyaan besar bagi masyarakat,” ungkapnya.
Selain itu perlu diingat, skema pengembalian dan atau penyelesaian hutang Pemda harus sesuai dengan regulasinya. Dan ketentuan pembiayaan utang daerah yang memenuhi persyaratan teknis dapat dilakukan melebihi sisa masa jabatan kepala daerah setelah mendapat pertimbangan dari Menkeu, Mendagri dan Menteri Bappenas.
“Apabila tanpa mengindahkan aturan yang menjadi ketentuan perundang-undangan, maka persoalannya jelas sebagai perbuatan melawan hukum,” ucapnya. (Rsd)