Ada Apa Dengan Kejati Jabar ? Prioritaskan Penanganan Mutasi Ketimbang DBHP Terkesan Acuh

oleh -201 Dilihat

PURWAKARTA, garisjabar.com- Respon Kejati Jabar terhadap penangan laporan masalah mutasi yang dilakukan Bupati Purwakarta Anne Ratna Mustika langsung ditanggapi. Sementara ramainya kasus tidak dibayarkannya dana Bagi Hasil Pajak (DBHP) tahun 2016/2017 Kejati Jabar tekesan Acuh.

Dipanggilnya sejumlah pejabat dan pegawai Pemkab Purwakarta oleh Kejaksaan Tinggi Jawa Barat terkait rotasi dan mutasi Oleh Bupati Purwakarta Anne Ratna Mustika, menuai pro dan kontra di Purwakarta.

Pengamat Kebijakan Publik Agus Yasin menyebutkan, secara logika dan kepatutan menimbulkan pertanyaan serta berbagai penafsiran, ada apa dibalik cepat tanggapnya Kejati menangani persoalan itu ?

“Kalau dibanding dengan persoalan (DBH) sebagaimana temuan (LHP) (BPK) tahun 2018, sangat jelas indikasi penyimpangan dan penyalahgunaan wewenang oleh pemegang kebijakan saat itu,” kata Agus Yasin. Senin (26/12/2022).

Agus Yasin mengatakan, bila dicermati secara seksama dengan belum dan atau tidak dianggarkannya kewajiban penyelesaian transfer hutang DBH ke pemerintah desa tahun 2016-2017 sebesar Rp. 47.353.370.478.00, patut diduga ada upaya penghapusan kewajiban penyelesaian tunda bayar DBH.

Lanjut Agus, kalau tidak terbantahkan, karena sesuai temuan LHP BPK tahun 2018 cukup jelas untuk kewajiban penyelesaian hutang DBH tidak dianggarkan.

“Secara logika kadar masalah rotasi dan mutasi lebih pada persoalan prosedur dan administratif, kalaupun ada indikasi rasuah harus didukung alat bukti dan laporan korban. Bukan berdasarkan laporan ketidak puasan dari orang perseorangan semata, dan atau orang-orang tertentu yang berasumsi dan digiring untuk melaporkan.”Kata Agus Yasin.

Menurut Agus Yasin, sebuah bentuk pencideraan penanganan perkara oleh institusi setingkat lebih tinggi dari daerah, serta pengabaian prinsip-prinsip dasar penanganan pengaduan yang patut diduga akibat sesuatu.

Kata Agus Yasin, jika dugaannya benar ada sesuatu “veiled order” dan bukan karena “objectivity to complaints”, maka patut dipertanyakan integritas yang menangani perkara ini. Bila perlu dilaporkan ke Bidang Pengawasan.

“Ini penting, demi kebaikan penegakan penanganan pengaduan dan perkara. Dan untuk mengingatkan, bahwa partisipasi masyarakat terhadap penegakan hukum tidak sebatas mengawasi berjalannya penyelidikan suatu perkara saja, dan juga terhadap prilaku aparatnya juga dimungkinkan,”ucap Agus.

Dikatakan Agus Yasin, tindakan memprioritaskan penangana perkara rotasi dan mutasi jabatan ketimbang penanganan perkara (DBH), ini sebuah kenyataan yang bisa menafsirkan berbagai kecurigaan dan dugaan.

Selain itu, akan menjadi preseden tidak baik di mata publik, dan tidak mustahil timbul sentimen negatif dan pertanyaan reaktif. Ada apa dengan tindakan “quick response” Kejati terhadap pengaduan persoalan rotasi dan mutasi jabatan ? (Rsd)