Produksi Padi di Jawa Barat Tahun 2025 Diprediksi Melonjak Signifikan

oleh -3 Dilihat

Garisjabar.com- Produksi padi di Jawa Barat pada tahun 2025 diprediksi melonjak signifikan. Bahkan, Jabar berpotensi menjadi provinsi penyumbang produksi padi terbesar kedua nasional, menggeser posisi Jawa Tengah.

‎Kepala Dinas Tanaman Pangan dan Hortikultura (Distanhorti) Jawa Barat, Dadan Hidayat, menyampaikan anomali iklim yang terjadi sepanjang 2025 justru memberi efek positif bagi pertanian di sejumlah daerah.

‎”Harusnya kita masuk musim kemarau, tapi di beberapa wilayah seperti Bandung Barat dan Purwakarta masih turun hujan. Itu menjadi faktor positif terhadap peningkatan produksi,” ujar Dadan saat ditemui di Kebun Istimewa, Desa Pusakamulya, Kecamatan Kiarapedes, Kabupaten Purwakarta, Kamis (13/11/2025) siang.

‎Menurut prediksi Badan Pusat Statistik (BPS), ia menyebutkan, produksi gabah kering giling (GKG) Jawa Barat pada 2025 diproyeksikan hampir mencapai 10,23 juta ton, naik dari 8,6 juta ton pada tahun 2024.

‎”Prediksinya sekitar 1,6 juta ton kenaikan. Panen masih berlangsung hingga Desember, jadi ini estimasi yang akan terus diperbarui,” katanya.

‎Dengan capaian ini, Ia mengatakan, Jawa Barat berpotensi naik peringkat menjadi kontributor kedua terbesar secara nasional.

‎Meski produksi meningkat, Jawa Barat tetap menghadapi tantangan besar terkait penyusutan lahan sawah.

Hingga ‎data ATR/BPN menunjukkan baku sawah Jabar pada 2019 mencapai 928.218 hektare. Namun kini tinggal 916.798 hektare.

‎”Artinya ada pengurangan sekitar 11.400 hektare. Banyak yang beralih fungsi untuk proyek strategis nasional, perumahan, dan fasilitas umum,” ujar Dadan.

Sementara, ‎dalam forum Mimbar ASEAN 2025, para pemangku kepentingan sepakat bahwa pembangunan pertanian ke depan harus mengusung pendekatan teknologi berkelanjutan berbasis lokalitas.

‎”Tidak semua teknologi cocok di setiap daerah. Kita akan menggali teknologi tepat guna yang sesuai kearifan lokal untuk meningkatkan produksi,” katanya.

Tak hanya itu, ‎regenerasi petani juga menjadi pekerjaan rumah serius. Dari 3,6 juta petani, sebanyak 76 persen, sudah berusia di atas 40 tahun.

‎Dadan pun menilai, adopsi teknologi tinggi seperti alsintan modern dan drone bisa menarik minat generasi muda.

‎”Teknologi kekinian ini diharapkan menjadi daya tarik agar anak muda mau masuk sektor pertanian,” ungkap Dadan.

Selain itu, ‎soal kesejahteraan petani, Dadan mengatakan Nilai Tukar Petani (NTP) Jawa Barat berada di angka 116 persen, masih di atas batas impas (100 persen).

‎”Kalau di atas 100 persen itu berarti ada nilai lebih bagi petani. Nasional saat ini 124 persen. NTP tidak hanya dihitung dari tanaman pangan, tapi juga perkebunan dan peternakan,” ujar Dadan.

‎Menanggapi rendahnya kesadaran petani melakukan registrasi kebun, seperti kasus di Purwakarta untuk komoditas manggis, Dadan menyebut hal itu terjadi karena petani tidak melihat urgensinya.

‎”Registrasi biasanya baru dilakukan kalau ada persyaratan dari pasar. Kalau tidak ada tuntutan pasar, mereka menganggap belum perlu,” ucapnya.

‎Padahal, proses registrasi bersifat gratis dan penting untuk peningkatan kualitas serta keterlacakan produk. (Rsd)