Garisjabar.com- Kepengurusan Korpri (korps pegawai negeri) Kabupaten Garut yang dipimpin oleh Drs. H. Didit Fajar Putradi, M.Si yang didaulat menjadi Ketua KORPRI masa bakti 2016 – 2021 kini menjadi sorotan.
Pasalnya, kepengurusan Korpri di bawah pejabat yang kini dipercaya sebagai Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Kabupaten Garut dianggap terlalu“gemuk”. Namun, pengelolaannya sempit inovasi.
Disebut “gemuk” karena mengakomodir hampir semua unsur SKPD yang ada di Pemerintah Daerah Kabupaten Garut.
Banyak pejabat dari mulai Eselon II sampai Eselon IV yang tergabung dalam kepengurusan tersebut.
Di satu sisi kepengurusan yang besar ini bersifat akomodatif dan partisipatif, tapi disisi lain kepengurusan ini pun diduga syarat dengan kepentingan, termasuk kepentingan pribadi yang bersifat pragmatis.
Beberapa elemen di Garut menilai, beberapa hal yang dilakukan oleh kepengurusan Korpri selama periode 2016-2021 disinyalir telah menyimpang dari Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga (AD/ART), diantaranya:
1. Tidak melakukan Musyawarah Daerah yang seharusnya dilaksanakan pada
tahun 2021, dan sampai sekarang yang bersangkutan masih berstatus sebagai Ketua Umum Korpri Kabupaten Garut walaupun masa jabatannya harusnya habis pada tahun 2021.
2. Akibat dari tidak dilaksanakannya Musda tersebut, maka kepengurusan di bawahnya menjadi tidak jelas, bahkan sebagian dari pengurus tersebut sudah pensiun, salah satunya pejabat yang memegang amanah sebagai sekretaris Korpri pun sudah pensiun menyebabkan kepengurusan praktis tidak berjalan.
3. Korpri Kabupaten Garut tidak mempunyai program yang jelas, terarah dan terukur, sehingga kemanfaatannya nyaris tidak dirasakan oleh anggota, institusi apalagi masyarakat. Program yang rutin dan masih berjalan adalah pemberian santunan bagi pegawai yang pensiun.
4. Tidak adanya transparansi dan pertanggungjawaban pengelolaan uang iuran anggota yang diprediksi bernilai puluhan miliar rupiah.
Sekretaris GLMPK (Gerbang Literasi Masyarakat Perjuangkan Keadilan), Ridwan Kurniawan mengatakan, ada beberapa pihak yang datang kepada lembaganya untuk melaporkan dugaan penyalahgunaan iuran di Korpri Garut.
“Besaran iuran Korpri Kabupaten Garut diperkirakan mencapai puluhan miliar. Angka sebanyak itu merupakan akumulasi selama periode 2016-2025,” kata Ridwan kepada media.
Berdasarkan informasi yang ia peroleh, bahwa satu orang pegawai negeri memberikan iuran sebesar 10.000 per orang. Sehingga, ketika dikalkulasikan selama 8 tahun angkanya mencapai Rp 19.200.000.000.
“Iuran ini dipotong secara Payroll. Apabila diperkirakan jumlah ASN yang ada di Kabupaten Garut kurang lebih sebanyak 20 ribuan orang, maka kira-kira dana yang terkumpul sebesar 20.000 x 96 bulan x Rp. 10.000 = 19 M lebih.
Hal di atas merupakan potensi keuangan dari sumber iuran anggota, belum dari potensi-potensi lain berupa dana-dana donasi temporer,” ujar Ridwan Kurniawan.
Kepengurusan Korpri Kabupaten Garut, tandas Iwan, alih-alih menjadi wadah terhimpunnya pegawai ASN di Kabupaten Garut dalam upaya mewujudkan visi yang salah satunya adalah meningkatkan profesionalisme dan kesejahteraan anggotanya, malah menjadi ajang bancakan para pengurusnya.
“Banyak dugaan berseliweran bahwa uang miliaran rupiah yang merupakan hasil dari iuran anggota telah dipinjam atau dipergunakan oleh sebagian pengurusnya yang merupakan pejabat setingkat Eselon II di Pemkab Garut dan sebagiannya lagi sudah pensiun,” katanya.
Untuk itu, kata Ridwan, Bupati Garut selaku penasihat harus turun tangan untuk membenahi kondisi ini, jangan sampai berlarut-larut. Kalau perlu harus dilakukan Audit apakah itu oleh inspektorat atau oleh akuntan publik, sebelum dilakukan restrukturisasi kepengurusan.
“Ketua umum dan jajaran pengurus dituntut untuk mempertanggungjawabkan pengelolaan keuangan yang disinyalir telah disalahgunakan,” ucapnya.
Sementara itu, Kepala Bappeda Kabupaten Garut yang disebut-sebut sebagai Ketua Umum Korpri sejak tahun 2016 lalu, Didit Fajar Putradi tidak menyangkal bahwa ada iuran Korpri. Namun nilai yang disebutkan oleh sejumlah pihak tidak sebesar yang dihebohkan.
“Nilai iuran itu sebesar Rp 1.000, 2.000 sampai Rp 4.000 tergantung golongan,” ujar Didit kepada wartawan, Kamis (24/07/2025).
Sedangkan uang sebesar Rp 10.000 merupakan program kadeudeuh yang sifatnya sukarelawan, sehingga ASN yang tidak mengikuti program tersebut tidak akan ada sangsi apapun.
“Kalau di kota-kota besar, program kadeudeuh ini bisa mencapai ratusan ribu rupiah per ASN, sehingga Korpri teresebut bisa membuka usaha seperti toko dan lainnya. Kalau untuk Garut belum mampu seperti itu,” terangya.
Untuk jumlah pegawai di Pemkab Garut sudah mencapai 20 ribu orang. Apabila dijumlahkan dengan PPPK (Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja), maka jumlahnya bisa lebih banyak.
“Jumlah pegawai sudah mencapai 20 ribu orang. Jika dijumlahkan dengan PPPK itu lebih kang,” ungkapnya. (Frn)