Tragedi Hajatan di Garut Wajib Dilakukan Proses Hukum

oleh -54 Dilihat

Garisjabar.com- Malapetaka memang tidak bisa diduga, namun akan bisa dihindarkan jika segala sesuatunya direncanakan dan diselenggarakan dengan seksama.

Pengamat Kebijakan Publik Agus Yasin, mengatakan sungguh ironis apabila setelah terjadi rakyat dipersalahkan, sementara sang pemilik acara dengan sikapnya membuat pembelaan diri dan mengelabui publik dengan narasinya.

Apapun alasannya, ketika peristiwa itu mengakibatkan ada orang terluka, menderita, bahkan sampai meninggal dunia. Hukumnya wajib diproses, dan tidak ada alasan pula Aparat Penegak Hukum mengabaikan persoalan tersebut.

“Karena siapapun yang melakukan sesuatu dan berakibat hukum, tanpa terkecuali pejabat penting di dalamnya. Harus diproses secara adil dan transparan, jangan coba-coba timbul keberpihakan karena yang disentuh orang-orang berpengaruh di baliknya,” kata Agus Yasin. Senin (21/7/2025).

Pro kontra publik jangan menjadi pengaburan kewajiban Polisi

Menurut Agus Yasin, jika tidak ada keberanian dan ketegasan institusi penegak hukum dalam menjaga prinsip due process of law dan keadilan, karena munculnya pro kontra publik. Memang bisa mengaburkan kewajiban polisi, dalam permasalahan hajatan pejabat penting yang menimbulkan korban jiwa.

Karena, apabila pejabat yang menggelar hajatan adalah tokoh penting atau berpengaruh, aparat bisa menghadapi tekanan untuk “tidak memperpanjang masalah”. Dan pro-kontra publik bisa digunakan untuk mengalihkan fokus, dari aspek hukum ke isu politik atau opini publik.

Timbul distorsi narasi dari yang pro dengan pernyataan klasik, bahwa korban meninggal adalah “kecelakaan biasa” atau “di luar kendali”. Sementara pihak kontra menyuarakan, akibat arogansi kekuasaan dan mengabaikan keselamatan rakyat demi pencitraan.

Kata Agus Yasin, dalam pusaran ini, substansi hukum menjadi kabur, dan kepolisian bisa terjebak dalam dilema citra dan tekanan. Jika tidak ada instruksi tegas dari pimpinan kepolisian, aparat di lapangan bisa memilih untuk “diam” atau hanya melakukan klarifikasi formalitas, tanpa ada langkah hukum konkret.

Sejatinya, dalam kasus tragedi hajatan Garut. Polisi harus tetap berdiri di atas hukum, bukan opini publik atau tekanan kekuasaan.

“Apabila ditemukan kesalahan prosedural atau pelanggaran pidana. Siapapun pelakunya harus dimintai pertanggungjawaban, termasuk pejabat yang bersangkutan,” ujar Agus Yasin.

“Pro dan kontra boleh terjadi di ranah publik, tapi tidak boleh mengaburkan atau menghambat kewajiban hukum Polri” Sambungnya.

Tak hanya itu, Agus pun menyampaikan penegakan hukum yang konsisten dan transparan justru akan memulihkan kepercayaan publik, dan mencegah preseden buruk penegak hukum di masa depan.

Delik Pidana Umum Tidak Bisa Dihapus Dengan Uang Atau Jaminan

Hal ini, memberikan kompensasi atau uang kepada korban atau keluarganya tidak otomatis menghapuskan delik pidana, apalagi jika menyangkut korban meninggal dunia akibat kelalaian atau perbuatan yang melanggar hukum.

Agus menyebutkan, dalam hukum pidana Indonesia, sebagaimana tertuang dalam Pasal 359 KUHP. Kasus meninggalnya seseorang akibat kelalaian atau kesalahan lainnya merupakan delik umum, bukan delik aduan pribadi.

Artinya, perkara tetap diproses oleh negara melalui kepolisian dan kejaksaan, meskipun keluarga korban menerima uang dan sudah ada perdamaian.

“Delik umum, tidak bisa dihapus dengan perdamaian atau ganti rugi. Begitu juga, kompensasi hanya meringankan dan bukan untuk menghapus perkara,” ucapnya.

Memberikan santunan atau kompensasi bisa dilihat sebagai itikad baik, dan nanti bisa menjadi pertimbangan hakim dalam meringankan hukuman. Akan tetapi tidak menghapus unsur pidana, atau membatalkan penyidikan.

Dalam konteks ini, uang santunan tidak menghapus tanggung jawab pidana maupun administratif.

Konkretnya, kompensasi tidak menghapus delik pidana. Proses hukum tetap wajib berjalan, terutama jika korban jiwa telah jatuh akibat kelalaian atau kesalahan dalam penyelenggaraan hajatan oleh pejabat.

Perdamaian dan pemberian uang hanya dapat meringankan hukuman, tetapi tidak menggugurkan kewajiban hukum.

Tragedi hajatan di Garut, ada unsur Kelalaian atau Penyalahgunaan Wewenang ?

Polemik hajatan pejabat penting yang menyebabkan tiga rakyat meninggal dunia, harus diproses secara hukum.

Jika hajatan itu diselenggarakan secara mewah, tidak memperhatikan keselamatan, melibatkan kerumunan besar, atau mengabaikan protokol keamanan. Maka, secara hukum bisa dianggap kelalaian berat (culpa lata).

Jika pejabat menggunakan fasilitas negara untuk kepentingan pribadi, dengan apapun caranya. Ada potensi pelanggaran etik dan hukum administratif, bahkan pidana korupsi apabila ada dana publik terlibat.

Dalam kaitan ini, semestinya pejabat publik wajib memberi teladan. Bukan justru menciptakan situasi yang membahayakan masyarakat, dan mengeksploitasi antusias warga demi pencitraan nantinya.

Ketika korban jiwa timbul akibat aktivitas hajatan pejabat penting, publik berhak menuntut pertanggungjawaban terbuka dan adil. Tidak boleh ada impunitas karena jabatan, hukum harus berlaku egaliter.

Menurutnya, dan jika benar ada unsur kelalaian, penyalahgunaan kewenangan, atau pelanggaran prosedur dalam hajatan tersebut hingga menimbulkan korban jiwa.

“Maka proses hukum wajib dilakukan tanpa pandang bulu, demi tegaknya hukum dan etika pemerintahan,” ungkapnya. (Rsd)