Upacara HUT Purwakarta Ditunda Ada Apa ?

oleh -110 Dilihat

Garisjabar.com– Upacara peringatan HUT Ulang tahun Purwakarta sudah di Jadwalkan akan dilaksanakan pada tanggal Kamis 17 Juli 2025, Namun tiba-tiba diundur menjadi hari Jumat 18 Juli 2025.

Pengamat Kebijakan Publik, Agus Yasin, mengatakan pengunduran jadwal upacara HUT Purwakarta tersebut diduga bersamaan dengan hajatnya Gubernur Jabar yang menikahkan Anaknya, Aulana Akbar sehingga para pejabat Kabupaten Purwakarta sibuk menghadiri hajatan tersebut.

“Pejabat publik seharusnya bisa membedakan secara tegas, antara urusan pribadi dan kepentingan negara,” kata Agus Yasin. Rabu (16/7/2025).

Penundaan kegiatan upacara HUT Purwakarta Kamis, 17 Juli 2025, demi kepentingan sesuatu hal berkaitan pernikahan anak pejabat publik atau apapun sebutannya.

“Tidak wajar dari perspektif etika administrasi publik, dan prinsip-prinsip penyelenggaraan pemerintahan yang baik,” ujar Agus.

Sementara, upacara HUT Purwakarta 17 Juli jauh hari sudah di Jadwalkan, bagian dari kegiatan kedinasan yang memiliki nilai simbolik dan kedisiplinan birokrasi.

Menurutnya, menundanya demi kepentingan pribadi meskipun demi kepentingan pejabat tinggi, bisa dianggap melanggar asas kepatutan dan kepatuhan terhadap tugas negara.

Jika penundaan dilakukan dengan intervensi langsung demi kepentingan pribadi, keluarga atau penghambaan terhadap seseorang pejabat. Hal ini dapat ditafsirkan sebagai bentuk penyalahgunaan wewenang (Abuse of Power), meskipun tidak selalu melanggar hukum, namun secara etik bisa menjadi masalah serius.

Tak hanya itu, kata Agus Yasin, ini merusak citra netralitas ASN dan integritas pejabatnya, ketika kegiatan kedinasan bisa dikalahkan oleh kepentingan pribadi pejabat. Ini bisa menurunkan moral dan kedisiplinan ASN, serta menimbulkan rasa tidak adil atau ketidaknyamanan di kalangan birokrat.

“Konkretnya, tidak wajar menunda upacara rutin demi kepentingan pribadi atau hajatan pejabat publik. Walaupun mungkin dilakukan dengan alasan teknis atau logistik, secara etika pemerintahan dan kepatutan birokrasi,” ucapnya.

Menurut Agus Yasin, pejabat publik harus bisa membedakan secara tegas, antara urusan pribadi dan kepentingan negara. Konsekuensi dari penundaan upacara rutin demi kepentingan pernikahan anak pejabat publik, dapat dibagi ke dalam tiga kategori utama. Yakni konsekuensi etik, konsekuensi administratif, dan konsekuensi politik serta sosial.

Konsekuensi etik, tindakan tersebut mencerminkan ketidakmampuan dengan memisahkan antara urusan pribadi dan jabatan publik, dan bertentangan dengan prinsip etika publik.

Hal ini, konsekuensi administratif, upacara HUT Purwakarta tanggal 17 bukan sekadar seremoni. Akan tetapi juga momentum untuk menyampaikan pesan penting pemerintahan, dan penundaan bisa mengganggu alur komunikasi serta konsolidasi ASN.

Lanjut Agus, tindakan penundaan upacara itu dapat diindikasikan sebagai pelanggaran terhadap aturan kedinasan, dan pengabaian tanpa dasar hukum bisa menjadi pelanggaran administratif.

Konsekuensi politik dan sosial, masyarakat dan media bisa menilai tindakan tersebut sebagai bentuk elitisasi kekuasaan. Dimana pejabat memprioritaskan urusan pribadi di atas tugas negara.

“Secara hakekat, tindakan seperti ini dapat menurunkan legitimasi moralĀ  pejabat dan perangkatnya, serta memperburuk citra pemerintahan daerah di mata rakyat,” kata Agus.

Dan, jika kejadian ini menimbulkan sesuatu hal berkaitan dengan kebijakan maupun lainnya. Publik bisa menjadikan momentum untuk mendorong pengaduan ke Ombudsman, Pengawasan BKN, atau membangun opini publik.

Hal ini, demi perbaikan etika kepemimpinan dan tata kelola pemerintahan daerah, yang lebih profesional dan akuntabel. (Rsd)