Sekolah Swasta SMK Bina Budi di Purwakarta, Baru 7 Siswa yang Mendaftar

oleh -186 Dilihat

Garisjabar.com- Sejumlah sekolah swasta di Kabupaten Purwakarta menghadapi kekhawatiran dalam Sistem Penerimaan Murid Baru (SPMB) Tahun Ajaran 2025/2026.

Minimnya pendaftar disinyalir sebagai dampak dari kebijakan pemerintah yang mengizinkan sekolah negeri menerima hingga 50 siswa per rombongan belajar (rombel).

Sementara itu, salah satu sekolah yang terdampak adalah SMK Bina Budi, yang berada di bawah naungan Yayasan Yasri Purwakarta.

Sepekan sebelum masa pembelajaran yang dimulai pada Senin (14/7/2025), sekolah yang berlokasi di Jalan Veteran, Kelurahan Nagri Kaler, Kecamatan/Kabupaten Purwakarta ini baru berhasil menjaring tujuh siswa baru saja.

Namun, jumlah ini jauh merosot dibandingkan tahun-tahun sebelumnya, saat SMK Bina Budi mampu mengelola hingga 10 kelas aktif.

Saat ini, hanya tersisa 3 kelas dengan total siswa aktif 36 orang dari kelas 10 hingga kelas 12.

“Bahkan dari tujuh siswa yang sudah mendaftar pun, kami tidak yakin mereka akan bertahan. Karena sering kali sekolah negeri membuka gelombang tambahan, dan siswa bisa saja berpindah,” ujar Kepala Sekolah SMK Bina Budi, Aam Aminah kepada wartawan, Senin (7/7/2025).

Menurutnya, berbagai upaya promosi telah dilakukan seperti melalui media sosial dan kunjungan ke SMP, namun belum memberikan dampak signifikan.

“Dari 14 ruangan kelas yang ada, kini hanya tiga ruangan kelas yang aktif digunakan, padahal sekolah kami sudah akreditasi A,” kata Aam.

Ia pun mengatakan, pada SPMB tahun ini, pihaknya menargetkan satu jurusan dengan satu kelas sesuai aturan kementerian yakni 36 siswa.

Nasib serupa juga dialami oleh SMK Farmasi, juga di bawah naungan Yayasan Yasri Purwakarta, yang saat ini baru menerima 14 siswa untuk dua program studi.

Ketua Dewan Pembina Yayasan Yasri, Agus Muharam, mengatakan kekhawatirannya terhadap keberlangsungan sekolah-sekolah swasta jika tren ini terus berlanjut.

“Kami tetap berupaya mempertahankan sekolah, tapi dengan jumlah siswa yang sangat sedikit, kami menghadapi tantangan besar untuk menggaji guru dan staf administrasi. Ini bisa menjadi bumerang bagi sekolah swasta,” ujar Agus.

Para pengelola sekolah swasta berharap pemerintah dapat meninjau ulang kebijakan penerimaan siswa hingga 50 orang di satu kelas pada sekolah negeri.

Selain itu, Agus berharap pemerintah juga mempertimbangkan dampak kebijakan tersebut terhadap sekolah swasta yang turut berperan dalam mencerdaskan bangsa.

“Kami berharap ada kebijakan yang adil. Jika sekolah negeri terus dibolehkan menerima rombel maksimal tanpa batasan, maka sekolah swasta akan terus terpinggirkan. Harus ada kerja sama agar dunia pendidikan kita berkembang secara merata,” ucap Agus. (Rsd)