Penundaan DBHP Dinilai Tak Wajar, Komunitas Madani Diduga Ada Unsur Korupsi

oleh -62 Dilihat

Garisjabar.com- Kebijakan penundaan pencairan Dana Bagi Hasil Pajak (DBHP) yang semestinya diteruskan kepada pemerintah desa menuai sorotan tajam. Jumat (20/6/2025).

Komunitas Madani Purwakarta menilai penundaan yang berlangsung selama tiga tahun berturut-turut bukan lagi soal maladministrasi, melainkan patut dicurigai sebagai praktik penyalahgunaan kekuasaan yang mengarah pada tindak pidana korupsi.

Sementara, dalam pernyataan tertulisnya, Komunitas Madani menegaskan bahwa DBHP merupakan dana transfer, bukan hibah, diskresi, apalagi dana yang bisa diparkir atau ditunda tanpa alasan hukum yang sah.

Dana tersebut diperuntukkan bagi desa sebagai bagian dari hak fiskal yang harus ditransfer sesuai jadwal.

“Penundaan tanpa persetujuan DPRD, tanpa dokumen yang menunjukkan adanya kondisi luar biasa (force majeure), dan tanpa dasar hukum yang sah bisa dikategorikan sebagai penyalahgunaan wewenang,” kata salah satu juru bicara Komunitas Madani.

Lebih lanjut, mereka menyoroti adanya potensi pelanggaran terhadap sejumlah regulasi, antara lain:

Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah,

Prinsip transparansi dan akuntabilitas dalam pengelolaan keuangan daerah,

Dan yang paling serius, Pasal 3 UU Tipikor (UU Nomor 31 Tahun 1999 junto UU Nomor 20 Tahun 2001) yang mengatur tindak pidana korupsi karena menyalahgunakan kewenangan demi keuntungan pribadi atau pihak lain.

Komunitas Madani juga menuntut adanya keterbukaan informasi kepada publik. Menurut mereka, jika benar terjadi penundaan selama tiga tahun, maka eksekutif dan legislatif daerah wajib menjelaskan dan menyampaikan dokumen pendukung, seperti:

Berita acara persetujuan Banggar atau paripurna DPRD,

Perda perubahan APBD yang menyatakan adanya realokasi DBHP,

Dan laporan resmi terkait kondisi force majeure (jika memang ada).

Sebagai bentuk keseriusan, Komunitas Madani telah melayangkan surat resmi kepada DPRD Purwakarta. Dalam surat itu, mereka menuntut jawaban terbuka:

Apakah DPRD pernah memberikan persetujuan atas kebijakan penundaan dana desa ini?

Apakah dalam tahun-tahun tersebut benar-benar terjadi kondisi luar biasa yang menyebabkan dana tak bisa disalurkan?

Hingga berita ini diturunkan, belum ada tanggapan resmi dari pihak DPRD maupun eksekutif daerah.

Komunitas Madani menegaskan akan terus mengawal persoalan ini demi tegaknya tata kelola keuangan daerah yang bersih dan berpihak pada rakyat. (Rsd)